UJI BUDIDAYA Trigona itama PADA 3 LOKASI DENGAN VEGETASI BERBEDA DI RIAU DAN SUMATERA BARAT

 

Oleh/by:

Avry Pribadi

 

 

ABSTRACT                                                                              

 

In the last 5 year, the honey bee product had diversed into many important products that popular than honey itself such as propolis and beepollen. Although all of honey bee produces propolis, Trigona sp. is mainly the species that produces more propolis than apis genus. The object of this research was to evaluated the growth and development of Trigona itama at 3 location ((pine forest, yard field, and calyandra plantation). Observation was done in three times at June, August, and October to brood, nectar pot, and pollen pot of Trigona itama. The first observation (June) showed the highest of the brood volume is located at pine forest (960 cm3). Meanwhile the observation of honey pot showed the highest value in yard field (13 pots). The observation of pollen pots showed the highest value in the yard field (6 pots). In the second observation (August) showed the howed the highest of the brood volume is located at calyandra plantation (1405 cm3). Meanwhile the observation of honey pot showed the highest value in calyandra plantation (38 pots). The observation of pollen pots showed the highest value in the yard field 11 pots). In the third observation (October) showed the highest of the brood volume is located at calyandra plantation (1990 cm3). Meanwhile the observation of honey pot showed the highest value in calyandra plantation (38 pots). The observation of pollen pots showed the highest value in the yard field (13 pots).                

 

Keyword: Trigona itama, apiculture, vegetation

 

 

  1. PENDAHULUAN

Khusus untuk produk lebah madu yang berupa propolis dan bee pollen dalam kurun waktu 5 tahun belakangan, popularitasnya meningkat pesat. Bukti ilmiah tentang khasiat kedua produk tersebut juga sudah mulai diungkap oleh beberapa ilmuan. Propolis dan bee pollen diproduksi oleh hampir semua jenis lebah madu. Namun demikian lebah dari genus Trigona diduga mempunyai keunggulan dalam hal produksi propolis dibanding dari lebah madu genus Apis (Singh, 1962).

Propolis dapat berfungsi sebagai desinsfektan, antibakteri, dan antivirus. Menurut penelitian propolis mengandung bioflavanoid yaitu zat antioksidan sebagai suplemen sel, kandungan bioflavanoid pada satu tetes propolis sama dengan bioflavanoid yang dihasilkan 500 buah jeruk. Propolis mengandung zat CAPE (caffeic acid phenyethyl ester) yang berfungsi untuk membantu mematikan sel kanker (Lembaga Riset Kanker Columbia, 1991). Sedangkan Riset Laboratorium Pengujian dan Penelitian Terpadu UGM ( 2011), propolis dapat menghambat sel kanker Hela (sel kanker serviks), Siha (sel kanker uterus), dan T47D dan MCF7 (sel kanker payudara).

Beberapa keuntungan dari beternak lebah Trigona itama adalah ukuran tubuh relative kecil  (panjang sayap lebih kurang 3 sampai 8 mm) sehingga mampu mengambil nectar di bunga yang relative kecil sehingga Trigona itama memiliki variasi makanan yang lebih banyak dibanding lebah jenis Apis. Oleh karena itu memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara menetap tanpa harus digembala seperti Apis mellifera. Kelebihan lain adalah lebah Trigona itama memiliki kualitas propolis cukup tinggi dengan kadar flavonoid 4 %. Kandungan antioksidannya 403 kali lebih banyak dibandingkan dengan jeruk dan fenolnya 320 kali lebih banyak dibandingkan apel merah (Anonym, 2013).

Propolis adalah bahan resin yang melekat pada bunga, pucuk dan kulit kayu. Sifatnya pekat, bergetah, berwarna coklat kehitaman, mempunyai bau yang khas, dan rasa pahit. Lebah menggunakan bahan propolis untuk pertahanan sarang, mengkilatkan bagian dalam sarang dan menjaga suhu lingkungan sarang (Toprakci, 2005). Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan. Propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin, mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid (Salatnaya dan Hearty, 2012).

Di Propinsi Riau dan Sumatera Barat lebah jenis Trigona sampai saat ini masih dibiarkan liar di alam karena sebagian masyarakat belum tahu manfaat produk Trigona dan teknik budidaya Trigona juga belum dipahami. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa beberapa daerah di Sumatera Barat dan Riau memiliki potensi untuk pengembangan Trigona itama. Hal tersebut didukung oleh keberadaan sumber pakan Trigona itama yang melimpah, diantaranya adalah nectar dan pollen yang tersedia di lahan pekarangan serta resin yang terdapat pada hutan pinus yang berada di propinsi Sumatera Barat.

Jenis ekosistem yang cenderung untuk homogen akan menguntungkan terhadap penyediaan beberapa jenis pakan tertentu. Misalnya,adalah pada perkebunan karet dan Acacia mangium yang memiliki potensi nectar yang melimpah tidak diimbangi dengan ketersediaan pollen.  Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan pertumbuhan dari koloni Trigona itama yang diujicobakan pada 3 lokasi penelitian yang memiliki perbedaan vegetasi untuk kemudian digunakan sebagai informasi dasar dalam usaha beternak Trigona itama yang dapat disesuaikan dengan tujuan dari produk lebah Trigona itama yang diinginkan oleh masyarakat.

 

  1. METODOLOGI PENELITIAN

II.1   Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini berlokasi pada 3 lokasi, yaitu; (1) lahan pekarangan di dusun Pulau Belimbing kab. Kampar Riau, (2) lahan kebun masyarakat di Kenagarian Tabek Patah Kecamatan Salimpaung Kab. Tanah Datar Sumatera Barat, dan (3) hutan pinus di Kenagarian Saruaso Kecamatan Tanjung Pauh Kab. Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan dari bulan April 2012 s.d Desember 2012.

II.2   Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan acak kelompok non factorial. Setiap lokasi ditempatkan 7 koloni Trigona itama (ulangan) yang telah dimasukkan ke dalam kotak stup berukuran 20x20x15 cm. Pengamatan dilakukan setelah 2 bulan stup ditempatkan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah   (1) volume brood Trigona itama, (2) jumlah sel madu Trigona itama, (3) jumlah sel pollen Trigona itama, dan (4) vegetasi di sekitar lokasi penempatan stup Trigona itama.

II.3   Analisa dan pengolahan data

Data jenis vegetasi yang diperoleh dilakukan analisa dengan menggunakan analisa vegetasi untuk menentukan spesies yang mendominasi pada 3 lokasi tersebut. Sedangkan data berupa volume sarang, jumlah sel brood, jumlah sel madu, dan jumlah sel pollen dilakukan analisa secara kuantitatif dengan mencari perlakuan dari penempatan stup (lokasi) yang memiliki nilai tertinggi dari beberapa parameter yang diamati. Pengujian dilakukan dengan menggunakan anova untuk mengetahui lokasi mana yang memiliki nilai tertinggi dan dilanjutkan dengan uji lanjut jika pada uji sebelumnya menunjukkan beda nyata (α=0,05%).

 

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Perkembangan brood koloni Trigona itama

Pemilihan koloni Trigona itama yang berhasil ditemukan di alam dan dijadikan sebagai bibit kesemuanya berada di dalam lubang atau rongga batang pohon yang kering. Berbeda dengan jenis lebah penyengat, pintu masuk dan keluar pada lebah jenis Trigona hanya berupa lubang yang tampak dari luar menyerupai belalai dan hanya berjumlah 1 untuk setiap sarangnya. Senyawa yang menyusun lubang terowongan tersebut terbuat dari resin tanaman (Drumond et al., 1995). Menurut Eltz et al. (2003), sebanyak 91.55 % species Trigona sp. bersarang pada pohon yang masih hidup dan sebanyak 0,5 % species bersarang pada pohon yang telah mati.

Pada pengamatan awal di bulan Juni, rata-rata tertinggi jumlah sel brood tertinggi terdapat pada penempatan stup di hutan pinus (960 cm3) (Tabel 1). Nilai awal ini ini tidak berbeda nyata dengan penempatan stup pada lahan kebun (950 cm3). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (870 cm3). Kecenderungan berbeda terlihat pada pengamatan di bulan Agustus dan Oktober. Volume brood tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan kebun (1405 cm3). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan volume brood pada penempatan stup di lahan pekarangan (1350 cm3). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (965 cm3). Pada akhir pengamatan di bulan Oktober menunjukkan nilai tertinggi pada penempatan stup di lahan kebun (1990 cm3) yang nilainya berbeda nyata dengan 2 lokasi pengamatan lainnya.

Tabel (table) 1.      Data rata-rata perkembangan brood koloni Trigona itama (Data of volume average of Trigona itama brood cell at 3 locations).  

Lokasi (Location) Rata-rata Perkembangan Volume Brood (Cm3) (Volume average of brood cell)
Juni (June) Agustus (August) Oktober (October)
Lahan Pekarangan (yard field) 870a 1350b 1675b
Lahan Kebun (plantation field) 950b 1405b 1990c
Hutan Pinus (pine forest) 960b 965a 980a

Keterangan (mark): huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan perbedaan yang nyata antar lokasi pengamatannya (per kolom) (α=0.05).

Tingginya rata-rata volume brood pada lokasi lahan kebun dan pekarangan di akhir pengamatan (bulan Oktober) dibandingkan awal pengamatan (bulan Juni) menunjukkan bahwa populasi Trigona itama pada lokasi tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan yang dimaksud adalah bertambahnya anggota koloni (lebah pekerja) yang dapat dilihat dari bertambahnya sel brood. Hal sebaliknya terjadi pada lokasi penempatan stup pada hutan pinus yang menunjukkan kecenderungan untuk tidak berubah. Dugaan sementara adalah adanya pengaruh dari langkanya sumber makanan (nectar dan pollen) pada lokasi hutan pinus. Hal ini terlihat pada tabel 3 dan 5 yang menginformasikan bahwa jumlah sel madu dan pollen sangat sedikit jika dibandingkan pada lokasi lainnya. Menurut Dollin (1996), tempat penyimpanan makanan bagi lebah Trigona sp. terbagi menjadi 2, yaitu sel madu dan pollen. Indikator ketersediaan cadangan makanan yang baik dapat dilihat dari jumlah sel pollen yang harus melebihi jumlah sel madu, akan tetapi tabel 3 dan 5 menunjukkan informasi bahwa terdapat lebih banyak sel madu jika dibandingkan sel pollen.   

Hasil analisa vegetasi pada hutan pinus menunjukkan bahwa pada tingkat semai didominasi oleh jenis pakis-pakisan (Dicranopteris linearis) dan tanaman dari kelompok zingiberaceae, sedangkan untuk tingkat pohon didominasi oleh jenis Pinus merkusii dan Hevea brasiliensis (Tabel 2). Beberapa tanaman tersebut merupakan tanaman yang sedikit sekali bahkan hampir tidak mengeluarkan pollen. Seperti misalnya tanaman pakis-pakisan yang berkembang biak dengan akar stolon dan spora sedangkan jenis tanaman pinus berkembang biak dengan menggunakan strobilus. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan protein yang seharusnya disediakan oleh pollen tidak tersedia sehingga akan berpengaruh langsung terhadap anakan (brood) yang dihasilkan oleh ratu Trigona itama di lahan hutan pinus tersebut. Menurut Standifer (1980), dalam hal pembentukkan sel telur (brood) diperlukan banyak protein dan protein tersebut terkandung dalam pollen. Sehingga jika ketersediaan pollen rendah maka akan berdampak pada kuantitas dan kualitas sel telur yang dihasilkan. Selain itu, larva lebah yang baru menetas juga membutuhkan protein untuk pertumbuhan.

 

 

 

 

 

 

 

Tabel (table) 2.   Dominasi beberapa jenis vegetasi pada lokasi hutan pinus (Vegetation dominancy of many seedling and tree at pine forest).   


 

Tingkat semai (seedling)

No Species INP
1 Ottochloa spinosa 20.865
2 Imperrata cylindrical 17.324
3 Dicranopteris linearis 27.307
4 Clidemia hirta 18.323
5 Curcumae domesticae 24.767

 

 

 

 

Tingkat pohon (tree)

No Species INP
1 Citrus sp. 21.791
2 Pinus merkusii 31.867
3 Hevea brasilliensis 28.777
4 Arthocarpus sp. 15.885
5 Pometia pinnata 13.975
6 Tectona grandis 10.921
7 Archidendron pauciflorum 5.875

 

 

III.2 Perkembangan sel madu koloni Trigona itama

         Pada pengamatan sel madu Trigona itama di tiga lokasi yang memiliki dominasi vegetasi berbeda menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi untuk parameter jumlah sel madu tertinggi pengamatan bulan Juni pada penempatan stup di lahan kebun (13 sel) (Tabel 3). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan penempatan stup pada lahan pekarangan (11 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (4,375 sel).

Tabel (table) 3. Data rata-rata perkembangan jumlah sel madu koloni Trigona itama (Average of Trigona itama honey cell at 3 locations).  

 Lokasi (Location) Rata-rata Perkembangan Volume Brood (Cm3) (Average of honey cell growth)
Juni (June) Agustus (August) Oktober (October)
Lahan Pekarangan (yard field) 11b 19b 31b
Lahan Kebun (plantation field) 13b 23b 38c
Hutan Pinus (pine forest) 4.375a 7a 11a

Keterangan (mark): huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan perbedaan yang nyata antar lokasi pengamatannya (per kolom) (α=0.05).

 

Kecenderungan serupa terlihat pada pengamatan di bulan Agustus dan Oktober. Jumlah sel madu tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan kebun (38 sel) (Tabel 3). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan volume brood pada penempatan stup di lahan pekarangan (31 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (11 sel) yang nilainya berbeda nyata dengan 2 lokasi pengamatan lainnya.

Jumlah sel madu untuk lokasi penempatan stup di lokasi kebun dan pekarangan memiliki peningkatan rata-rata hampir 10 sel madu untuk setiap pengamatannya yang lebih tinggi jika dibandingkan pada lokasi penempatan stup di hutan pinus (Tabel 3). Selain dugaan kemungkinan rendahnya keberadaan pakan lebah berupa pollen dan nectar pada lokasi hutan pinus, dugaan lain adalah tingkat kesukaan atau sifat hidup lebah Trigona imata yang lebih mengutamakan untuk memungut resin dari pohon pinus Inoue and Salmah (1984) menyatakan bahwa, pemungutan resin oleh Trigona sp. dilakukan sepanjang hari untuk membangun sarangnya, sedangkan aktivitas pengumpulan nectar hanya sekitar 30% di pagi hari dan 60% di sore hari (pukul 16.00).

Hasil analisa vegetasi pada lahan kebun di atas menunjukkan bahwa untuk tingkat semai, vegetasi didominasi oleh jenis Mikania micrantha dan Assystasia sp. Sedangkan pada tingkat pohon didominasi oleh jenis Hevea brasiliensis dan Kaliandra (Tabel 4). Diduga beberapa jenis tanaman ini terutama Hevea brasiliensis dan kaliandra menjadi sumber penghasil nectar utama. Menurut Anonim (2012), sebuah survey di Eropa, dengan 1 ha luasan tanah untuk budidaya kaliandara dalam satu tahun mampu menghasilkan 2 ton madu dan jika di Eropa terdapat 4 musim, dimana saat musim dingin semua tanaman hampir dipastikan mengalami hibernasi, sehingga tidak ada sedikitpun sumber makanan lebah alami. Sedangkan di Indonesia, kaliandra akan berbunga tanpa mengenal waktu sehingga kuantitas nectar yang menjadi sumber madu akan lebih melimpah.

 

Tabel (table) 4.   Dominasi beberapa jenis vegetasi pada lokasi kebun kaliandra (Vegetation dominancy of many seedling and tree at caliandra plantation).   


 

Tingkat semai (seedling)

No Species INP
1 Ottochloa spinosa 9.3298
2 Mikania micrantha 26.3004
3 Caladium sp. 7.3028
4 Imperrata cylindrical 16.7623
5 Mimosa sp. 8.9920
6 Eupathorium sp. 17.6462
7 Ageratum conyzoides 17.3083
8 Echinochloa sp. 10.3434
9 Assystasia sp. 23.5977
10 Calliandra calothyrsus 13.0461

 

Tingkat pohon (tree)

No Species INP
1 Hevea brasiliensis 16.4461  
2 Calliandra calothyrsus 21.5301  
3 Musa paradisiacal 15.4843  
4 Theobroma cacao 14.3305  
5 Persea gratissima 14.3019  
6 Carica papaya 7.1500  

 

 

 

 

 

III.3 Perkembangan sel pollen koloni Trigona itama

         Pada pengamatan jumlah rata-rata untuk parameter jumlah sel pollen tertinggi di bulan Juni adalah pada penempatan stup di lahan pekarangan (6 sel) (Tabel 5). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan penempatan stup pada lahan kebun (5 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (2 sel).

Tabel (table) 5.   Data Rata-rata perkembangan jumlah sel pollen koloni Trigona itama (Average of Trigona itama pollen cell at 3 locations).

Lokasi (Location) Rata-rata perkembangan sel pollen (sel) (average of pollen cell growth)
Juni (June) Agustus (August) Oktober (October)
Lahan Pekarangan (yard field) 6b 11b 13c
Lahan Kebun (plantation field) 5b 8.77b 10b
Hutan Pinus (pine forest) 2a 3a 5a

Keterangan: huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan perbedaan yang nyata antar lokasi pengamatannya (per kolom)  (α=0.05).

Kecenderungan serupa terlihat pada pengamatan di bulan Agustus dan Oktober. Jumlah sel pollen tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan (11 sel). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan volume brood pada penempatan stup di lahan kebun (8,77 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (3 sel). Pada akhir pengamatan di bulan sOktober menunjukkan nilai tertinggi pada penempatan stup di lahan pekarangan (13 sel) yang nilainya berbeda nyata dengan 2 lokasi pengamatan lainnya.

Jika dilakukan pengamatan pada penambahan jumlah sel pada setiap bulan pengamatan maka akan diperoleh informasi bahwa untuk jumlah sel pollen tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan (rata-rata 3,5 sel) sedangkan yang terendah adalah pada penempatan stup di hutan pinus (rata-rata 1,5 sel). Tingginya rata-rata sel pollen di lahan pekarangan diduga karena ketersedian sumber pollen yang lebih banyak jika dibandingkan dengan lokasi lain. Hasil analisa vegetasi menunjukkan bahwa pada tingkat semai, jenis vegetasi yang mendominasi adalah Mimosa sp. dan Assystasia sp. (Tabel 6). Sedangkan untuk tingkat pohon didominasi oleh jenis Arthrocarpus heterophylus dan Cocos nucifera. Diduga beberapa jenis tanaman tersebut memiliki potensi tepung sari (pollen) yang cukup banyak jika dibandingkan dengan lokasi lain.

Tabel (table) 4.   Dominasi beberapa jenis vegetasi pada lokasi kebun kaliandra (Vegetation dominancy of many seedling and tree at caliandra plantation).   


 

 

Tingkat semai (seedling)

No Species INP
1 Ottochloa spinosa 19.390
2 Mikania micrantha 16.940
3 Mimosa sp. 28.034
4 Eupathorium sp. 7.2461
5 Ageratum conyzoides 7.509
6 Echinochloa sp. 5.088
7 Assystasia sp. 23.597

Tingkat pohon (tree)

No Species INP
1 Arthrocarpus heterophylus 23.162  
2 Durio zibethinus 9.305  
3 Musa paradisiacal 15.348  
4 Nephelium sp. 21.553  
5 Cocos nucifera 18.097  
6 Citrus sp. 22.367  

 

Kleinert and Imperatriz (1987), menyatakan bahwa hasil analisa terhadap asal pollen dari 2 jenis lebah Trigona sp. adalah berasal dari 38 famili jenis tanaman yang 11 diantaranya merupakan sumber utama. Beberapa family tanaman yang dijadikan sumber pollen bagi Trigona sp. antara lain myrtaceae, solanaceae, melastomataceae, dan leguminaceae. Menurut Pick and Blochtein (2002), persentase jenis pollen yang dipungut oleh Trigona sp. adalah  20% Asteraceae, 17% Myrtaceae, 15% Meliaceae and 10% Euphorbiaceae.

Roopa (2002) menyatakan bahwa pada bulan Desember, Januari, dan Februari (musim hujan) aktivitas lebah Trigona itama mengalami kemunduran untuk memulai waktu beraktivitas di pagi hari. Pengumpulan nectar dan pollen dilakukan pada pukul 13.00 s.d 14.00 dan 15.00 s.d 16.00. Sedangkan aktivitas pengumpulan resin dilakukan pada waktu pukul 11.00 s.d 16.00. Pada musim kemarau, aktivitas pengumpulan nectar dan pollen terjadi pada pukul 11.00 s.d 13.00. Sedangkan aktifitas pengumpulan resin dilakukan pada pukul 10.00 s.d 13.00 dan 14.00 s.d 16.00.

 

  1. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

  1. Pada pengamatan awal di bulan Juni, rata-rata tertinggi jumlah sel brood tertinggi terdapat pada penempatan stup di hutan pinus (960 cm3) (Tabel 1). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (870 cm3). Kecenderungan berbeda terlihat pada pengamatan di bulan Agustus dan Oktober. Volume brood tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan kebun (1405 cm3). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (965 cm3). Pada akhir pengamatan di bulan Oktober menunjukkan nilai tertinggi pada penempatan stup di lahan kebun (1990 cm3).
  2. Pada pengamatan bulan Juni, rata-rata tertinggi sel madu tertinggi terdapat pada lokasi kebun (13 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (4,375 sel). Sedangkan pada bulan Agustus dan Oktober jumlah sel madu tertinggi terdapat di lahan kebun (38 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (11 sel) yang nilainya berbeda nyata dengan 2 lokasi pengamatan lainnya.      
  3. Pada pengamatan jumlah rata-rata untuk parameter jumlah sel pollen tertinggi di bulan Juni adalah di lahan pekarangan (6 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan masyarakat (2 sel). Jumlah sel pollen pada bulan Agustus dan Oktober tertinggi terdapat pada penempatan stup di lahan pekarangan (11 sel). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penempatan stup di lahan pinus (3 sel). Pada akhir pengamatan di bulan Oktober menunjukkan nilai tertinggi pada penempatan stup di lahan pekarangan (13 sel) yang nilainya berbeda nyata dengan 2 lokasi pengamatan lainnya.

IV.2     Saran

Usaha perlebahan dengan memanfaatkan Trigona itama di kalangan masyarakat belum terlalu dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat hanya memahami produk lebah hanya terbatas pada madu. Hasil penelitian di atas memberikan gambaran dan informasi bagi masyarakat petani lebah yang ingin mengusahakan jenis Trigona itama untuk berusaha berdasarkan hasil produk yang diinginkannya. Akan tetapi, nilai komersial dari ketiga produk lebah di atas (madu, bee pollen, dan brood) masih kalah dari nilai propolis lebah Trigona itama sebenarnya yang mencakup seluruh bagian sarang dan mulut sarang Trigona itama. Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai teknologi pengembangan pembuatan propolis yang dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat luas.

DAFTAR REFERENSI

Anonim. 2012 . Klanceng. http://klancengsragi.blogspot.com/2012/11/kaliandra-calothirsus.htm

 

Anonym. 2013. Propolis trigona.  http://kicauan.files.wordpress.com/2012/01/khasiat-propolis.pdf

 

Dollin, A. E., 1996, Nests of Australian stingless bees. North Richmond: Aust. Native BeeRes. Centre p. 14.

 

Drumond, P. M., Bego, L. R. and Melo, G. A. R, 1995, Nest architecture of the stingless bee Plebia poecilochora Moure and Camargo. Iheringia- Serie- Zoo, pp. 39-45.

 

 

 

 

Eltz, T., Bruhl, C. A., Zamrie, I. and Linsenmair, K. E, 2003, Nesting and nest trees of stingless bees (Apidae: Meliponini) in lowland dipterocarp forests in Sabah, Malaysia, with implications for forest management. Forest Eco. and Manag., 172(2/3): 301-313.

 

Inoue, T. and Salmah, S., 1984, Foraging behaviour of individual workers and foraging dynamics of colonies of three Sumatran stingless bees. In: Entomol Ecol of Insect in Humid Trop. pp. 44-49.

 

Kleinert and  Pick, R. A., Blochtein, B., 2002, Collection activities and floral origin of the stored pollen in colonies of Plebia saiqui (Holmberg), (Hymenoptera: Apidae: Meliponinae) in South Brazil. Revista- Brasileria- de- Zoolog., 19 (1): 289-300.

 

Roopa, C.A., 2002, Bioecology of stingless bees, Trigona iridipennis Smith, M.Sc. (Agri.)Thesis, Bangalore (India)

 

Salatnaya dan Hearty, 2012. Productivity of Trigona spp. as a Propolis Producer at Monoculture and Policulture Nutmeg Plantation in East Java. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59516

 

Singh, S. 1962. Beekeeping in India. New Delhi: Indian Council of Agricultural Research).

Standifer, L.N. 1980. Honey Bee Nutrition and Supplemental Feeding.  Beekeeping in the United States Agricultural handbook number 335. pp:39-45

Author: avrypribadi

staff peneliti pada litbang kementrian lingkungan hidup dan kehutanan

2 thoughts on “UJI BUDIDAYA Trigona itama PADA 3 LOKASI DENGAN VEGETASI BERBEDA DI RIAU DAN SUMATERA BARAT”

    1. Untuk Trigona itama, hasil penelitian kami menunjukkan perkembangan yang kurang bagus pada dataran tinggi. Diperkirakan ada jenis Trigona lain yang native Sumbar dan lebih cocok untuk dikembangkan di daerah Sumbar dengan dataran tinggi

      Like

Leave a comment